Wednesday, March 26, 2014

Mekanisme Penghitungan Suara dan Perolehan Kursi DPR RI

 Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyosialisasikan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 di kantor KPU, Jakarta, Rabu 26 Maret 2014. Dalam forum yang dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari seluruh partai politik peserta Pemilu tersebut, KPU juga menjelaskan bagaimana mekanisme penghitungan perolehan kursi untuk DPR RI. 

Anggota KPU Hadar Nafis Gumay mengemukakan penghitungan perolehan kursi DPR RI dimulai dari penghitungan perolehan suara partai-partai politik peserta Pemilu secara nasional. Setelah diketahui hasilnya, KPU akan menentukan siapa saja yang lolos dengan berpatok pada ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen.

"Besaran angka ambang batas perolehan suara dihitung dengan cara, suara sah nasional partai politik seluruh dapil dikali dengan ambang batas. Misalkan, suara sah 457.000 dikali 3,5 persen. Hasilnya, 15.995 adalah ambang batas," kata Hadar.

Hadar mengatakan setelah mendapatkan ambang batas sebesar 15.995, partai yang memperoleh suara minimal atau lebih besar dari angka itu ditetapkan memenuhi syarat. "Sehingga, mereka berhak dilibatkan dalam penghitungan kursi," ujarnya.

Begitu partai-partai yang lolos DPR sudah berhasil didapatkan, langkah KPU berikutnya adalah menentukan Bilangan Pembagian Pemilihan (BPP). BPP merupakan angka pembagi atau disebut sebagai harga kursi di suatu dapil.

"Angka BPP untuk kursi DPR merupakan hasil pembagian antara jumlah suara sah semua partai politik lolos ambang batas perolehan suara di suatu dapil dibagi dengan jumlah kursi di dapil yang bersnagkutan," ujarnya Hadar.

Hadar menggambarkan, misalnya, total suara sah seluruh partai secara nasional sebesar 311.000, dengan alokasi kursi di suatu dapil adalah 10. Maka jumlah BPP adalah 311.000 dibagi 10 menjadi 31.000. "Satu kursi harganya 31.000," imbuhnya.

Setelah diperoleh besaran BPP, KPU akan melakukan penghitungan tahap pertama. Pada tahap ini, akan diketahui partai-partai mana saja yang mendapatkan kursi. Misalkan Partai A, perolehan suara nasional 57.000, berarti dia mendapatkan 1 kursi pada penghitungan tahap pertama, sisa suara 25.900. Partai E, suara 45.000, mendapat 1 kursi, sisa suara 13.900, Partai F, suara 65.000, mendapat 2 kursi, sisa suara 2.800, Partai H, suara 75.000, mendapat 2 kursi, sisa suara 12.800.

Pada posisi itu, kursi yang terbagi hanya berjumlah 6 sehingga masih terdapat sisa 4 kursi. Apabila kondisinya demikian, KPU akan melakukan penghitungan perolehan kursi tahap kedua dengan berbasis pada rangking partai berdasarkan sisa suara.

Misalkan, Partai A (sisa suara setelah penghitungan tahap pertama) sebanyak 25.000, Partai B sebanyak 27.000 (pada tahap pertama tak masuk hitungan karena di bawah 31.000), Partai C sebanyak 17.000 (tahap pertama tak masuk hitungan), Partai D sebanyak 25.000 (tahap pertama tak masuk hitungan), Partai E sebanyak 13.900 (sisa suara setelah penghitungan tahap pertama), Partai F sebanyak 2.800 (sisa suara setelah penghitungan tahap pertama), Partai H sebanyak 12.800 (sisa suara setelah penghitungan tahap pertama).

"Maka yang mendapatkan kursi adalah partai yang menempati peringkat pertama sampai keempat berdasarkan perolehan suara setelah penghitungan tahap pertama, yaitu Partai B, Partai A, Partai D, Partai C," ucap Hadar.

Perbedaan dengan Pemilu 2009

Hadar menambahkan penghitungan kursi DPR RI dalam Pemilu 2014 ini berbeda dengan Pemilu 2009 yang lalu. Menurutnya, penghitungan pada Pemilu 2014 mengacu pada Pemilu 2004 daripada 2009. "Sekarang sudah disederhanakan kembali ke metode tahun 2004, tidak ada pembagian kursi tahap ketiga di mana sisa-sisa suara itu dinaikkan ke tingkat Provinsi. Padahal sebetulnya satuan kompetisi Pemilu adalah di dapil-dapil," kata dia.

Hadar menuturkan untuk menentukan kursi melalui penghitungan ketiga lalu dicari lagi BPP di tingkat provinsi. Dia menilai sistem tersebut sangat rumit, dan pengaturan tidak cukup jelas.

"Sekarang sistemnya sudah kembali tidak ada pembagian kursi di tingkat Provinsi. Selesai dibagi di setiap dapil. Tapi tetap kami berpandangan cara penghitungannya sisa suaranya harus kami pertegas. Kami buat rinci sehingga tidak juga ada pihak-pihak yang berpandangan lain," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa pada 2009, sisa suara dikumpulkan dari seluruh provinsi. Artinya, sisa suara dari dapil lain digabungkan. Misalnya, ada 3 dapil, sisa partai di setiap dapil itu digabungkan menjadi satu.

"Dihitung BPP baru. Sisa kursi membagi sisa suara di dapil itu. Itulah namanya bilangan pembagi pemilih yang baru di tingkat provinsi. Angkanya menjadi lebih besar lagi. Baru kami hitung seperti yang di dalam satu dapil," terangnya.

Dengan adanya perubahan sistem atau metode penghitungan ini, Hadar berharap Pemilu 2014 berjalan lebih baik lagi. "Mudah-mudahan khususnya tentang menghitung perolehan kursi saya yakin akan jauh mengurangi (sengketa)."

Sumber http://politik.news.viva.co.id/news/read/491861-ini-mekanisme-penghitungan-perolehan-kursi-dpr-ri

No comments:

Post a Comment